Liputan6.com, Jakarta - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan sanksi sekunder terhadap negara-negara atau individu yang membeli minyak atau petrokimia dari Iran.
Mengutip CNBC International, Jumat (2/5/2025) Trump juga mengatakan negara yang membeli minyak dari Iran tidak akan diizinkan untuk melakukan bisnis dengan AS.
"Setiap negara atau orang yang membeli jumlah minyak atau petrokimia apapun dari Iran akan segera dikenakan sanksi Sekunder," tulis Donald Trump dalam sebuah postingan di platform media sosialnya Truth Social.
"Mereka tidak akan diizinkan untuk melakukan bisnis dengan Amerika Serikat dengan cara, bentuk, atau rupa apa pun," ujarnya.
Pada awal April 2025, Trump telah memberlakukan tarif sekunder serupa pada negara mana pun yang membeli minyak dari Venezuela, anggota OPEC lainnya.
Harga minyak mentah AS naik USD 1,03, atau 1,77%, ditutup pada USD 59,24 per barel, sementara harga minyak patokan global Brent naik 1,75% sebesar USD 1,07, atau ditutup pada USD 62,13.
Pada Februari 2025, Trump memerintahkan kampanye tekanan maksimum terhadap Iran yang bertujuan untuk sepenuhnya menutup ekspor minyak dari negara tersebut.
Trump juga memulai negosiasi dengan Iran di Oman pada April 2025 mengenai program nuklir. Presiden AS mengatakan pada bulan Februari bahwa ia ingin mencegah Iran mengembangkan bom nuklir.
Kemudian, Iran membantah adanya pengembangan senjata tersebut.
Selama masa jabatan pertamanya, Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir yang dinegosiasikan dengan Iran oleh Presiden Barack Obama.
Harga Minyak Tersungkur Setelah Arab Saudi Tetap Dongkrak Produksi
Harga minyak tergelincir pada perdagangan Rabu, 30 April 2025. Hal ini mendorong harga minyak mencatat penurunan bulanan terbesar dalam hampir 3,5 tahun setelah Arab Saudi mengisyaratkan langkah untuk memproduksi lebih banyak dan memperluas pangsa pasarnya. Sementara itu, perang dagang mengikis prospek permintaan bahan bakar.
Mengutip CNBC, Kamis (1/5/2025), harga minyak Brent berjangka turun USD 1,13 atau 1,76% ke posisi USD 63,12 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 2,21 atau 3,6% menjadi USD 58,22. Harga minyak Brent dan WTI masing-masing telah kehilangan lebih dari 15% dan 18% seta mencatat penurunan terbesar sejak November 2021.
Harga minyak dunia merosot setelah Arab Saudi, salah satu produsen minyak terbesar di dunia mengisyaratkan tidak mau menopang pasar minyak dengan memangkas pasokan.
"Ini menimbulkan kekhawatiran kalau kita dapat menuju perang produksi lainnya. Apakah Saudi mencoba mengirim pesan kalau mereka akan mendapatkan kembali pangsa pasar mereka? Kita harus menunggu dan melihat,” ujar Analis Senior Price Group Phil Flynn.
Pada pekan lalu, seorang sumber kepada Reuters menyampaikan kalau beberapa anggota OPEC+ akan mengusulkan peningkatan produksi untuk bulan kedua berturut-turut pada Juni. Kelompok itu akan bertemu pada 5 Mei untuk membahas rencana produksi.
"Kemungkinan yang sangat nyata bahwa OPEC+ akan terus membawa tambahan barel minyak ke pasar saat berjuang untuk menjaga ketertiban dalam jajarannya ditambahkan ke dorongan diplomatik di Ukraina dan Iran, yang jika berhasil berarti lebih banyak minyak mentah internasional di perairan pada saat perang dagang akan menghancurkan harapan pertumbuhan permintaan," kata analis PVM.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif pada semua impor AS pada 2 April dan China menanggapi dengan pungutannya sendiri, yang memicu perang dagang antara dua negara konsumen minyak teratas dunia.
Kekhawatiran terhadap Ekonomi Global
Kekhawatiran atas melemahnya ekonomi global terus menekan harga minyak. Data pada Rabu menunjukkan ekonomi AS mengalami kontraksi pada kuartal pertama, terbebani oleh banjir barang impor oleh bisnis yang ingin menghindari biaya yang lebih tinggi.
Tarif Trump telah membuat kemungkinan ekonomi global akan tergelincir ke dalam resesi tahun ini, menurut jajak pendapat Reuters. Sementara itu, kepercayaan konsumen AS merosot ke level terendah dalam hampir lima tahun pada April karena meningkatnya kekhawatiran atas tarif, data menunjukkan pada Selasa.
Stok minyak mentah AS turun secara tak terduga minggu lalu karena permintaan ekspor dan kilang yang lebih tinggi, membatasi beberapa penurunan harga. Persediaan minyak mentah turun 2,7 juta barel menjadi 440,4 juta barel dalam minggu yang berakhir pada 25 April, Badan Informasi Energi mengatakan pada Rabu, dibandingkan dengan ekspektasi analis dalam jajak pendapat Reuters untuk kenaikan 429.000 barel.