Liputan6.com, Jakarta Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) bakal menjadi aset terbesar yang dikelola Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Wacana pengalihan pengelolaan GBK ini disebut-sebut menjadi langkah strategis untuk mendongkrak total nilai kekayaan Danantara hingga menembus US$1 triliun.
Nilai kawasan GBK sendiri saat ini ditaksir mencapai lebih dari US$25 miliar atau setara Rp450 triliun, menjadikannya aset negara paling bernilai yang akan masuk dalam portofolio Danantara.
Aset Jumbo Rp450 Triliun Siap Dikelola Danantara
Chief Executive Officer (CEO) Danantara, Rosan P. Roeslani mengungkapkan bahwa kawasan GBK merupakan aset negara dengan nilai ekonomi sangat tinggi.
Menurutnya, hasil valuasi delapan tahun lalu menunjukkan nilai kawasan ini sudah mencapai US$25 miliar dan diproyeksikan terus meningkat seiring dengan perkembangan kawasan sekitar yang semakin strategis.
“GBK yang selama ini dikelola oleh Kemensetneg, nilainya dalam valuasi delapan tahun lalu sudah US$25 miliar. Kawasan ini direncanakan masuk ke dalam kelolaan Danantara,” ujar Rosan ditulis ulang, Minggu (4/5/2025).
Rosan menjelaskan, pengelolaan aset-aset bernilai tinggi seperti GBK merupakan bagian dari upaya memperkuat struktur aset Danantara yang saat ini mencapai US$982 miliar.
Dengan masuknya GBK, maka Danantara optimistis target nilai kelolaan aset mencapai US$1 triliun dalam waktu dekat bisa terealisasi.
Arahan Presiden Prabowo, Tapi Masih Butuh Waktu
Wacana pengalihan pengelolaan kawasan GBK ke Danantara disebut sebagai arahan langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Namun, realisasi kebijakan tersebut dipastikan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menyatakan bahwa proses akuisisi aset GBK oleh Danantara masih berada pada tahap awal dan memerlukan kajian lebih dalam.
“Hingga saat ini belum ada aset di kawasan GBK yang sudah dikelola Danantara. Karena GBK ini merupakan aset di bawah Kemensetneg dan dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU), maka proses pengalihan tentu berbeda dengan pengalihan aset-aset milik BUMN,” kata Prasetyo.
Ia menegaskan bahwa meskipun ada arahan untuk mengalihkan pengelolaan ke Danantara, tetap harus ada mekanisme dan tahapan hukum yang dilalui agar tidak menyalahi aturan tata kelola aset negara. Kompleksitas hukum dan status BLU yang melekat pada pengelolaan GBK saat ini menjadi tantangan tersendiri dalam proses akuisisi.
GBK: Jantung Jakarta dengan Potensi Investasi Raksasa
Kawasan GBK merupakan salah satu aset negara yang memiliki nilai strategis dan historis tinggi. Terletak di jantung ibu kota Jakarta, kawasan ini membentang seluas 279 hektare dan dikelilingi oleh pusat kegiatan ekonomi utama dari Jalan Sudirman hingga Gatot Subroto. GBK bukan hanya pusat olahraga nasional, namun juga menjadi ruang terbuka publik yang menjadi paru-paru kota.
Saat ini, pengelolaan GBK berada di bawah Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPK GBK), sebuah BLU di bawah naungan Kementerian Sekretariat Negara. PPK GBK mengelola berbagai aset penting di dalam kompleks tersebut, termasuk Stadion Utama GBK, Istora, Aquatic Center, hingga area hijau dan ruang publik lainnya.
Dengan potensi nilai ekonomi yang besar, kawasan ini kerap menarik minat berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta, untuk dioptimalkan penggunaannya. Apabila pengelolaan resmi dialihkan ke Danantara, maka kawasan GBK diproyeksikan menjadi motor baru pertumbuhan nilai investasi nasional, sekaligus memperkuat posisi Danantara sebagai pengelola aset strategis Indonesia.
Apakah Anda ingin penjabaran lebih lanjut mengenai status hukum BLU dan proses pengalihan aset negara ke lembaga investasi seperti Danantara?