BI: Perang Dagang Picu Gejolak Keuangan Dunia

1 week ago 10

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, mengatakan ketidakpastian global semakin meningkat dengan munculnya kebijakan tarif resiprokal atau timbal balik yang diumumkan oleh Amerika Serikat (AS) pada awal April 2025.

Kebijakan ini memicu respons retaliasi dari Tiongkok dan kemungkinan tindakan serupa dari negara-negara lain, yang pada gilirannya memperburuk fragmentasi ekonomi global dan menurunkan volume perdagangan dunia.

"Ketidakpastian perekonomian global makin tinggi didorong kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat. Pengumuman kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat awal April 2025 serta langkah retaliasi oleh Tiongkok dan kemungkinan dari sejumlah negara lain meningkatkan fragmentasi ekonomi global dan menurunnya volume perdagangan dunia," kata Perry dalam konferensi prs Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (23/4/2025).

Akibatnya pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 diperkirakan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Dengan penurunan terbesar terjadi di Amerika Serikat dan Tiongkok, sejalan dengan dampak perang tarif kedua negara tersebut.

Selain mempengaruhi ekonomi dua negara besar, dampak dari perang tarif ini juga dirasakan di negara-negara maju dan negara berkembang lainnya.

Perry menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di negara-negara tersebut diperkirakan melambat. Penurunan ekspor ke Amerika Serikat dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan internasional menjadi faktor utama yang memperlambat perekonomian global.

"Pertumbuhan ekonomi di negara maju dan negara berkembang lainnya juga diperkirakan akan melambat, dipengaruhi dampak langsung dari penurunan ekspor ke Amerika Serikat dan dampak tidak langsung dari penurunan volume perdagangan dengan negara-negara lain," jelasnya.

Ketidakpastian Pasar Keuangan Global

Perry juga menggarisbawahi bahwa ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perang tarif ini semakin mempengaruhi pasar keuangan global. Ketidakpastian ini mendorong perilaku risk averse dari pemilik modal, yang berusaha menghindari risiko dengan beralih ke aset yang lebih aman.

"Perang tarif dan dampak negatifnya terhadap penurunan pertumbuhan Amerika Serikat, Tiongkok, dan ekonomi dunia memicu ketidakpastian pasar keuangan global serta mendorong perilaku risk averse pemilik modal," kataya.

Hal ini terlihat dari penurunan yield US Treasury dan pelemahan indeks mata uang dollar AS (DXY), di tengah ekspektasi pasar akan penurunan suku bunga oleh The Federal Reserve (Fed) pada tahun ini dan tahun depan.

"Yield US Treasury menurun dan indeks mata uang dollar AS terhadap mata uang dunia DXY melemah di tengah peningkan ekspektasi penurunan Fed Fund Rate di tahun ini maupun di tahun depan," uajr Perry.

Aliran Modal Global dan Dampaknya pada Negara Berkembang

Salah satu dampak langsung dari kondisi ini adalah pergeseran aliran modal dunia, yang bergerak dari Amerika Serikat ke negara-negara dan aset yang dianggap lebih aman, seperti Eropa, Jepang, dan komoditas emas.

"Aliran modal dunia bergeser dari AS ke negara dan aset yang dianggap aman safe heaven asset and safe heaven countries, terutama aset keuangan di Eropa dan Jepang, serta komoditi emas," ujarnya.

Di sisi lain, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih menghadapi tekanan besar dari aliran keluar modal yang terus berlanjut. Hal ini berimbas pada pelemahan mata uang negara-negara berkembang, yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi mereka.

Menghadapi ketidakpastian global ini, Bank Indonesia menegaskan perlunya penguatan kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas ekonomi, serta tetap mendorong pertumbuhan domestik.

Perry Warjiyo menyebutkan bahwa Bank Indonesia merumuskan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, sistem pembayaran, serta kebijakan pendalaman pasar keuangan, UMKM, ekonomi keuangan syariah, dan kebijakan internasional guna menjaga stabilitas ekonomi Indonesia.

"Memburuknya kondisi global tersebut memerlukan penguatan respon dan koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal, mengendalikan stabilitas, dan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri," pungkasnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |