Jelang UMP 2026, Apindo Ungkap Tak Semua Perusahaan Mampu Gaji Sesuai Upah Minimum

2 hours ago 2

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam, mengingatkan struktur dunia usaha di Indonesia didominasi oleh usaha kecil dan menengah (UKM). Hal tersebut juga menjadi pertimbangan saat membahas Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026 atau UMP 2026.

Ia menyebut sekitar 90 persen perusahaan, termasuk yang tergabung dalam Apindo, bukanlah perusahaan besar atau multinasional.

Menurut Bob, masih banyak anggapan keliru di publik bahwa anggota Apindo identik dengan perusahaan besar yang memiliki kemampuan finansial kuat. Padahal kenyataannya, sebagian besar perusahaan tersebut merupakan UKM dengan ruang gerak keuangan yang sangat terbatas.

“Perlu diperhatikan juga bahwa 90 persen perusahaan itu perusahaan kecil menengah. Jangan dikira anggota APINDO itu multinasional company semua ya,” kata Bob saat ditemui di Kantor Apindo, Permata Kuningan, Jakarta, Kamis (11/12/2025).

Kondisi ini, lanjut Bob, menjadi pertimbangan penting dalam pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2026. 

Ia menegaskan, kebijakan pengupahan harus mampu mengakomodasi kemampuan seluruh pelaku usaha, bukan hanya segelintir perusahaan besar.

Hanya 50 Persen Perusahaan mampu bayar UMP

Bob mengungkapkan, dari total perusahaan yang ada, banyak UKM yang kemampuan membayar upah minimumnya berada di bawah 50 persen dari ketentuan UMP. Situasi ini membuat skema upah kesepakatan antara perusahaan dan pekerja menjadi jalan keluar yang realistis.

"90 persen adalah industri kecil menengah yang kemampuan bayar upah minimumnya itu cuma di bawah 50 persen. Itu kenyataan yang harus kita hadapi saat ini. Sehingga muncullah istilah upah kesepakatan,” ujarnya.

Skema tersebut, jelas Bob, dilakukan melalui mekanisme bipartit antara manajemen dan serikat pekerja, tanpa paksaan ataupun ancaman. 

Apindo Tak Dorong Upah Murah

Ia menegaskan Apindo tidak mendorong upah murah, melainkan mencari solusi agar perusahaan tetap bertahan dan lapangan kerja tidak hilang.

"Jadi bukan berarti Apindo itu pro-upah rendah serendah-rendahnya. Enggak gitu lho. Silahkan dilakukan Bipartit masing-masing perusahaan kalau memang mampu. Ini udah berkali-kali kita sampaikan ya,” ujarnya.

Ia berharap perumusan kebijakan UMP ke depan memperhatikan keberlangsungan UKM, sehingga tujuan perlindungan pekerja dapat berjalan seiring dengan keberlanjutan usaha dan penyerapan tenaga kerja.

Ribut UMP Tiap Tahun, Apindo Ingatkan Banyak Instrumen Upah yang Terabaikan

Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menilai perdebatan publik terkait upah minimum provinsi (UMP) kerap menyesatkan arah kebijakan ketenagakerjaan.

Menurutnya, pembahasan pengupahan di Indonesia hampir selalu berujung pada besaran upah minimum, sementara aspek lain yang tak kalah penting justru terabaikan.

“Upah itu kan bukan hanya tergantung upah minimum,” kata Bob dalam Konferensi pers Indonesia Economic Outlook Apindo 2026, di Permata Kuningan Jakarta, ditulis Selasa (9/12/2025).

Bob menegaskan, upah minimum sejatinya hanya berfungsi sebagai jaring pengaman paling dasar bagi pekerja. Namun dalam praktiknya, upah minimum sering dipersepsikan sebagai satu-satunya instrumen peningkatan kesejahteraan buruh, sehingga menimbulkan tekanan berlebihan terhadap dunia usaha.

“Yang kita bicarakan selalu upah minimum terus gitu lho ya. Ini yang kita bilang terjadi misleading. Kuta bergerak ke arah yang tidak seharusnya, energi kita habis disitu, padahal banyak yang harus kita perbaiki bersama,” ujarnya.

Struktur Upah, Produktivitas, hingga Insentif Jarang Dibahas

Bob menjelaskan, ekosistem pengupahan seharusnya mencakup banyak elemen lain, seperti struktur dan skala upah, upah berbasis produktivitas, serta berbagai skema insentif.

Menurutnya, faktor-faktor tersebut justru memiliki dampak lebih berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja dan daya saing perusahaan.

“Ada juga struktur skala upah, ada juga upah produktivitas, insentif dan lain-lain,” ujarnya.

Ia menilai, dengan terus menempatkan upah minimum sebagai isu utama, perbaikan menyeluruh pada sistem pengupahan menjadi terhambat. Padahal, setiap perusahaan memiliki kondisi, kemampuan, dan karakteristik yang berbeda, termasuk dalam menentukan upah efektif bagi pekerjanya.

Kata Bob, Apindo, tidak pernah menolak kenaikan upah selama dilakukan secara rasional dan melalui mekanisme bipartit di masing-masing perusahaan. Ia menekankan pentingnya membangun ekosistem pengupahan yang adil dan sehat, sehingga kebijakan ketenagakerjaan tidak sekadar berfokus pada upah minimum, tetapi juga mendorong produktivitas dan keberlanjutan usaha.

“Nah, jadi bukan berarti Apindo itu pro-upah rendah serendah-rendahnya. Enggak gitu lho. Silahkan dilakukan Bipartit masing-masing perusahaan kalau memang mampu. Ini udah berkali-kali kita sampaikan ya,” pungkasnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |