Harga Minyak Dunia Melemah, Pasar Cermati Negosiasi Ukraina

9 hours ago 6

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Senin. Investor mengawasi perkembangan pembicaraan untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina, di tengah ekspektasi pasar bahwa Bank Sentral AS (The Fed) akan memangkas suku bunga minggu ini.

Mengutip CNBC, Selasa (9/12/2025), harga minyak mentah Brent turun USD 1,26 atau 1,98 persen dan ditutup di USD 62,49 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) merosot USD 1,20 atau 2 persen ke USD 58,88 per barel.

Kedua acuan harga minyak ini sebelumnya ditutup pada level tertinggi sejak 18 November.

“Jika ada kesepakatan yang dicapai dalam waktu dekat soal Ukraina, ekspor minyak Rusia berpotensi meningkat dan memberi tekanan turun pada harga minyak,” ujar analis komoditas PVM Tamas Varga.

Di saat yang sama, pasar memperkirakan peluang 84 persen bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar seperempat poin pada pertemuan Selasa—Rabu.

Namun pernyataan para pejabat bank sentral menunjukkan pertemuan ini bisa menjadi salah satu yang paling memecah belah dalam beberapa tahun terakhir, sehingga menarik perhatian investor pada dinamika internal The Fed.

Kemajuan Pembicaraan Ukraina Masih Lambat

Di Eropa, kemajuan negosiasi perdamaian Ukraina berjalan lambat. Perdebatan mengenai jaminan keamanan untuk Kyiv dan status wilayah Ukraina yang dikuasai Rusia masih belum terselesaikan. Pejabat AS dan Rusia pun memiliki pandangan berbeda soal proposal perdamaian yang diajukan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy dijadwalkan bertemu para pemimpin Eropa di London pada Senin.

“Berbagai kemungkinan hasil dari upaya terbaru Trump untuk mengakhiri perang bisa menghasilkan ayunan suplai minyak lebih dari 2 juta barel per hari,” tulis analis ANZ dalam catatan untuk klien.

Analis Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar, menilai gencatan senjata menjadi risiko penurunan utama bagi harga minyak. Sementara itu, kerusakan lanjutan terhadap infrastruktur minyak Rusia justru menjadi risiko yang mendorong harga naik.

“Kami memperkirakan kekhawatiran oversupply akhirnya akan terjadi, terutama karena aliran minyak dan produk olahan Rusia diperkirakan dapat memutar jalur sanksi yang ada. Ini akan membuat harga berjangka bergerak menuju USD 60 per barel hingga 2026,” kata Dhar dalam laporannya.

Sanksi Baru untuk Minyak Rusia?

Sementara itu, negara-negara G7 dan Uni Eropa sedang membahas kemungkinan mengganti mekanisme plafon harga minyak Rusia dengan larangan penuh layanan maritim, menurut sumber Reuters. Kebijakan ini diprediksi akan semakin membatasi suplai dari produsen minyak terbesar kedua dunia tersebut.

AS juga meningkatkan tekanan terhadap Venezuela, termasuk serangan terhadap kapal yang dituding menyelundupkan narkoba serta pembahasan kemungkinan tindakan militer untuk menggulingkan Presiden Nicolas Maduro.

Di sisi lain, para penyuling independen di Tiongkok mulai meningkatkan pembelian minyak Iran yang dikenakan sanksi dengan memanfaatkan kuota impor baru. Langkah ini, menurut analis dan pelaku industri, membantu meredam kelebihan suplai global.

Read Entire Article
Bisnis | Football |