Gejolak di India dan Pakistan Menambah Tekanan bagi Rupiah

19 hours ago 7

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksi, nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kali ini, penyebabnya bukan semata faktor ekonomi global, melainkan memanasnya situasi geopolitik di Asia Selatan, tepatnya konflik terbuka antara India dan Pakistan.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Bank Indonesia (BI) Erwin Gunawan Hutapea, mengatakan perkembangan situasi di Asia Selatan ini menjadi salah satu pemicu tambahan pelemahan rupiah.

"Ditambah geopolitik India-Pakistan kelihatannya juga menambah persoalan," kata Erwin dalam Taklimat Media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (7/5/2025).

Erwin, mengatakan sejak awal tahun, pasar keuangan global telah dihantui berbagai kekhawatiran. Salah satunya adalah perang dagang yang kembali memanas, dipicu oleh kebijakan tarif balasan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Langkah ini menimbulkan ketidakpastian dalam perdagangan internasional dan memicu kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Tekanan demi tekanan tersebut membuat investor asing bersikap lebih berhati-hati, yang terlihat dari arus modal yang terus mengalir keluar dari pasar keuangan domestik. Hal ini secara langsung berdampak pada nilai tukar rupiah.

"Outflow secara akumulasi kalau kita lihat sejak awal tahun, memang secara total kita catatannya akumulasinya masih outflow, terutama dipengaruhi outflow di pasar saham," ujarnya.

India memanas dengan Pakistan

India melancarkan serangan rudal ke Pakistan pada Rabu pagi, 7 Mei 2025. Insiden ini menandai peningkatan besar ketegangan antara dua negara bersenjata nuklir itu.

India Serang 9 Lokasi

Pemerintah India mengonfirmasi telah menyerang sembilan lokasi, menggambarkannya sebagai "serangan presisi terhadap kamp-kamp teroris" di wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan. Serangan ini terjadi setelah India menyalahkan Pakistan atas serangan mematikan di wilayah Kashmir yang dikuasainya pada 22 April 2025, yang menewaskan 26 turis.

Serangan Rudal India ke Pakistan Adapun serangan rudal India ke Pakistan dilaporkan menewaskan delapan orang. Menurut militer Pakistan, enam dari delapan orang yang tewas berada di Ahmadpur Timur dan Muridke di Provinsi Punjab.

Korban luka disebut mencapai setidaknya 38 orang. Kementerian Pertahanan India seperti dikutip AP mengatakan setidaknya sembilan lokasi telah menjadi target, "tempat di mana serangan teroris terhadap India telah direncanakan".Eskalasi pada Rabu ini menyusul sebuah serangan mematikan di Distrik Pahalgam, Kashmir yang dikuasai India, pada 22 April. India menuduh Pakistan mendukung pembantaian 26 turis, yang sebagian besar Hindu.

Awas, Gelombang PHK Bisa Berdampak ke Nilai Tukar Rupiah

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perlambatan konsumsi yang terjadi belakangan ini tidak secara langsung berdampak terhadap nilai tukar rupiah.

"Ketika daya beli terpengaruh konsumsi turun ya konsumsi domestik sebagai salah satu motor pendorong pertumbuhan di tengah ekspor yang tidak seperti dulu lagi ya tentu akan terpengaruh pertumbuhan ekonomi," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, dalam Taklimat Media, Rabu (7/5/2025).

Namun, kondisi tersebut dinilai dapat memberi tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional yang pada akhirnya turut memengaruhi persepsi investor terhadap Indonesia.

"Mungkin dia gak direct ke nilai tukar ya tapi mungkin dari bagaimana kemudian orang akan melihat pertumbuhan ekonomi kita," ujarnya.

Menurutnya, meskipun sektor tertentu seperti tekstil mengalami peningkatan jumlah PHK yang cukup signifikan, dampaknya lebih terasa pada daya beli dan konsumsi masyarakat, bukan secara langsung pada pergerakan nilai tukar.

"Yang rame selama ini kita (PHK) terkait dengan tekstil dan pastinya daya beli akan terpengaruh," ujar dia.

Perlambatan Ekonomi Pengaruhi Minat Investor Asing

Meskipun demikian, ia menekankan, dampak tersebut sifatnya tidak langsung terhadap nilai tukar rupiah. Namun, perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat turunnya konsumsi bisa menimbulkan persepsi negatif yang kemudian memengaruhi minat investor asing.

"Mungkin dampaknya tidak langsung ke nilai tukar, tapi akan terlihat dari bagaimana orang melihat pertumbuhan ekonomi kita. Jika pertumbuhan melambat, investor bisa menjadi kurang tertarik. Mereka cenderung memilih negara yang punya pertumbuhan tinggi dan stabilitas," kata Erwin.

Ia menjelaskan bahwa stabilitas ekonomi memiliki peran krusial dalam menciptakan kepastian dan mendukung pengambilan keputusan ekonomi oleh pelaku usaha. Dalam konteks tersebut, BI terus menjaga keseimbangan antara stabilitas dan pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan Moneter akan Diputuskan secara Hati-Hati

Erwin juga menggarisbawahi, keputusan kebijakan moneter akan terus diambil secara hati-hati, dengan mempertimbangkan berbagai data ekonomi terkini. Respons kebijakan tersebut diharapkan bisa membuka ruang bagi pertumbuhan yang lebih kuat ke depan.

"Dengan kebijakan yang sekurang-kurangnya akan dilakukan asesmen secara terus-menerus, karena pasti setelah keputusan itu kan diambil dengan data dependen," ujarnya.

Ia menuturkan, preferensi investor juga sangat bervariasi. Ada yang mengutamakan keamanan dan stabilitas, ada pula yang berani mengambil risiko demi imbal hasil yang lebih tinggi. Karena itu, menjaga keseimbangan antara pertumbuhan dan stabilitas menjadi strategi utama BI dalam menjaga kepercayaan pasar.

"Investor itu type-nya juga beda-beda, ada investor yang maunya aman pastinya nyari yang stabilisasi tinggi meskipun pertumbuhannya rendah tapi investor," pungkasnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |