SCG Perkuat Investasi Hijau di Indonesia, Targetkan Semen Rendah Karbon 2050

2 weeks ago 18

Liputan6.com, Jakarta - PT SCG Indonesia semakin menunjukkan keseriusannya dalam menjalankan komitmen keberlanjutan melalui investasi besar, inovasi teknologi hijau, serta program kolaboratif yang melibatkan pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Langkah ini selaras dengan visi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 serta target global SCG untuk mewujudkan Net Zero Emission pada 2050. Tidak hanya berfokus pada efisiensi energi, SCG juga mendorong pengurangan sampah, implementasi ekonomi sirkular, hingga edukasi lingkungan dari tingkat komunitas akar rumput.

Salah satu bukti konkret komitmen tersebut adalah pembangunan fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) di TPA Cimenteng, Sukabumi, senilai lebih dari Rp110 miliar pada Juli lalu. Fasilitas ini memproses hingga 200 ton sampah per hari menjadi bahan bakar alternatif yang digunakan oleh pabrik Semen Jawa, unit bisnis SCG di Indonesia.

Investasi ini menandai tonggak sejarah baru karena SCG menjadi perusahaan swasta pertama yang berani berinvestasi, mengoperasikan, sekaligus menjadi off-taker RDF dalam kerja sama jangka panjang yang mencapai 30 tahun dengan pemerintah daerah.

Di saat banyak perusahaan hanya menjalankan program ESG sebagai pemenuhan regulasi, SCG justru membangun pendekatan keberlanjutan dari hulu hingga hilir. Mulai dari teknologi produksi semen rendah karbon, pengelolaan limbah industri seperti limbah sepatu dan garment, pengurangan plastik di masyarakat melalui program Warrior Mentari, hingga riset global bersama universitas internasional untuk mengembangkan material biodegradable.

Pendekatan Inclusive Green Growth ini menjadikan SCG bukan hanya pemain bisnis, tetapi platform kolaborasi yang mendorong transformasi lingkungan secara nyata.

Fasislitas RDF Senilai Rp 110 Miliar, Proses 200 Ton Sampah per Hari

Indra Leksono, Administration General Manager PT Semen Jawa menyebut,  PT Semen Jawa, unit bisnis SCG yang berlokasi di Sukabumi, resmi mengoperasikan fasilitas RDF hasil kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sukabumi. Investasi mencapai Rp 110 miliar, menjadikannya salah satu fasilitas RDF dengan mekanisme mechanical treatment paling modern di Indonesia.

“Sekitaran kurang lebih di Rp 110 miliar, tentunya dengan perhitungan tadi, MSW input dari landfill outputnya jadi RDF. Nah, itu yang dihasilkan, dan desain itu bisa disesuaikan, tentunya dengan kapasitas sampahnya ada berapa nih? Nah, secara studi kelayakan, sampahnya Sukabumi itu kurang lebih sehari 200 ton, tapi pabrik kita yang di sana masih bisa menampung kurang lebih 2 kali lipatnya," tutur Indra Leksono.

Berbeda dari RDF konvensional yang membutuhkan 14–21 hari melalui biological treatment, teknologi RDF milik SCG hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit hingga siap dikonsumsi pabrik semen. Kapasitasnya mencapai 200 ton MSW per hari.

"Kita sistemnya mechanical treatment. Mechanical treatment itu tidak membutuhkan waktu 14 hari sampai 21 hari. Cukup dengan setengah jam sampah yang diolah jadi, dan kita konsumsi. Nah itu yang dilakukan. Bisa dibayangkan dengan hanya 5.000 meter persegi, pabrik berdiri dan kita mengolah 200 ton sampah per hari," tambahnya.

Proyek ini diresmikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan dinilai sebagai langkah strategis pengurangan sampah serta emisi karbon.

Alternatif Energi Naik 30 Persen, Kurangi Ketergantungan Batu Bara

Indra menjelaskan, sejak 2021, Semen Jawa telah mengurangi penggunaan batu bara hingga 30 persen "Semen jawa mulai dari 2021 sampai dengan sekarang kita bisa menggunakan 30 persen. 30 persen pencapaian kita untuk kita bisa mengurangi batu bara," jelasnya.

Mereka lebih berfokus menggunakan energi alternatif, adapun campuran bahan bakar alternatif yang digunakan, seperti: RDF (Refuse Derived Fuel), Limbah industri sepatu (rubber, foam, sole offcut), Biomassa sekam, Serbuk kayu, cacahan kayu, hingga serbuk gergaji.

"Dan di semen jawa kami juga melakukan beberapa prevention terkait dengan itu. Dan kami tidak hanya melakukan pemanfaatan terkait dengan RDF. Salah satunya adalah nggak hanya alternative fuel dan raw material, alternative fuel-nya itu kita punya sekam biomass. Kita ada industrial waste. Industrial waste contohnya apa? Kita kerjasama dengan beberapa pabrik sepatu dalam hal ini brand Nike untuk mengelola limbah mereka," jelas Indra.

"Rubber, sol-solannya, cover-nya, foam-nya, itu yang limbahan potongan-potongan itu dikirim ke kita. RDF kita punya, cacahan kayu kita punya, sampai serbuk gergaji kita manfaatkan. Bagaimana cara teman-teman kita meracik dari semua tadi bahan-bahan yang tadi untuk memastikan bahwa itu menjadi alternative fuel kita," tambahnya.

Fly Ash dari PLTU Pelabuhan Ratu

Indra menegaskan. Fly ash yang digunakan untuk alternatif bahan bakar berasal dari PLTU Pelabuhan Ratu, di mana PLTU tersebut mengirim fly ash sekitar 450 ton untuk dimanfaatkan sebagai alternatif material.

"kita kerjasama dengan PLTU, dalam hal ini adalah power plant terdekat kita di Pelabuhan Ratu. Mereka mengirimkan si fly ashnya itu kurang lebih 450 tons saja untuk kita manfaatkan. Daripada mereka buang begitu saja di landfill, kita terima. Untuk apa? Kita jadikan alternative material yang bisa menggantikan ada silikanya, ada hal lainnya di dalam kandungan itu," tegas Indra.

Indra menyebut, hal tersebut merupakan tantangan bagaimana mereka mengelola fly ash tersebut agar tidak ada debu yang dapat mencemari area sekitar.

"Nah, hal-hal itu menjadi tantangan buat kita bagaimana caranya lebih baik untuk mengamankan dan segala macam. Ada teknologi bag filternya, memastikan bahwa tidak ada debu yang keluar," sebutnya.

Ia menjelaskan bahwa debu itu bagaikan uang bagi mereka dan mereka telah memiliki teknologi yang memenuhi standar dunia “Debu bagi kami adalah uang, jadi harus ditarik kembali ke proses melalui bag filter. Teknologi kami sudah menggunakan standar dunia,” ujar Indra.

President Director PT SCG Indonesia, Pattaraphon Charttongkum, menegaskan bahwa seluruh inovasi ini mengarah pada produksi low carbon cement.

“Karena benar, kalau mau produksi cement ini bikin carbon banyak. Dan team untuk ESG symposium kami tahun ini adalah decarbonization for future, fortable future. So it means, salah satu hal yang SCG lakukan itu adalah low carbon cement," tutur Pattaraphon.

"Kami ada proses yang kecilin carbon di proses produksi kita. Sekarang masih on proses, tapi sudah banyak sih yang kita bisa reduce carbon untuk cement production ini. Ini salah satu inovasi dari SCG juga," tambahnya.

SCG membawa teknologi kelas dunia dan memperkuat divisi riset di Indonesia untuk memastikan transisi energi berjalan optimal.

Economic Circular: Dari Waste Kertas hingga Kotak Kemasan Baru

Menurut Pathama Sirikul, ESG Steering Committee SCG Indonesia, model bisnis packaging SCG kini sepenuhnya menerapkan ekonomi sirkular.

Kertas bekas dan kardus digunakan kembali untuk memproduksi kraft paper, corrugated paper, dan kotak kemasan baru. Kotak yang sudah digunakan pelanggan dikumpulkan kembali dan dijadikan bahan baku daur ulang. Siklus ini mengurangi limbah dan penggunaan material baru.

“Model bisnisnya menerapkan prinsip sirkular. Bahan bakunya berasal dari waste seperti kertas bekas dan kardus. Bahan ini diproses menjadi kraft paper, kemudian diolah kembali menjadi corrugated paper dan kotak kemasan," jelas Pathama.

"Setelah kotak digunakan, SCG mengumpulkannya kembali sebagai bahan baku untuk diproses ulang. Siklus ini berlangsung terus-menerus sehingga mengurangi limbah dan penggunaan bahan baru,” tambahnya.

Terkait isu plastik, SCG juga terlibat dalam inovasi material berkelanjutan dan bekerja sama dengan R&D internasional, University of Oxford, kolaborasi riset biodegradable bersama tim ahli Norwegia dan Spanyol, dan penerapan standar hijau ketat seperti di Eropa.

"SCG juga sangat memperhatikan isu plastik dan mikroplastik. Karena itu, mereka mengembangkan produk-produk biodegradable," sebut Pathama.

"Riset dilakukan melalui kolaborasi internasional, termasuk dengan universitas di Inggris seperti Oxford University, serta tim R&D di Norwegia. SCG juga bekerja sama dengan perusahaan di Spanyol untuk mengembangkan material yang lebih ramah lingkungan. Semua hasil riset ini kemudian diterapkan untuk industri di kawasan Asia dan negara lain," tambahnya.

Produk hasil riset ini diadaptasi untuk pasar Asia dan global.

Warrior Mentari dan Kolaborasi 4P

Indra menyebut, di lima desa sekitar pabrik Semen Jawa, SCG membentuk komunitas Warrior Mentari, yakni pemuda dan pemudi lokal yang diberdayakan untuk mengelola sampah.

Programnya meliputi edukasi pemilahan sampah untuk warga, pembuatan kompos dari sampah organik, pengumpulan sampah plastik untuk diolah menjadi RDF, dan tukar sampah dengan kebutuhan pokok seperti sabun dan minyak. Saat ini lebih dari 4.000 kg sampah plastik telah berhasil dikumpulkan.

“Mindset anak-anak SD berubah. Mereka mulai menegur orang tua agar memisahkan sampah. Ini perubahan kecil namun berdampak besar,” kata Indra.

Indra juga menyebut, SCG menekankan bahwa keberlanjutan membutuhkan sinergi empat pihak, yakni Pemerintah (public), Perusahaan (private), Masyarakat (people), dan Kemitraan (partnership).

Konsep ini juga mendorong SCG aktif bekerja sama dengan Kota Sukabumi, Cianjur, hingga berpotensi bekerja sama dengan Provinsi Jawa Barat untuk pengelolaan sampah Sarimukti.

"Saat ini juga kita sudah ada MOU dengan kota Sukabumi, dan kita sekarang sedang menjajaki Kabupaten Cianjur, ya mudah-mudahan dalam waktu dekat ini juga beberapa kali kita ada presentasi," tutur Indra

"We have a chance, we hope that we will have a contribution also with the West Java province. With the Sarimukti, TPA Sarimukti yang juga luar biasa. Nah, kita juga sedang menjajaki itu,"tambahnya.

Read Entire Article
Bisnis | Football |