Jutaan Muslim Inggris Keturunan Asia Terancam Hilang Kewarganegaraan

2 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Kekuasaan Inggris yang "ekstrem dan rahasia" berisiko membuat jutaan Muslim Inggris kehilangan kewarganegaraan mereka.

Penelitian yang diterbitkan oleh Runnymede Trust dan Reprieve menemukan sebanyak sembilan juta orang di Inggris atau sekitar 13 persen populasi, dapat dicabut kewarganegaraannya atas kebijakan Kementerian Dalam Negeri Inggris.

Menurut para aktivis, kekuatan itu secara tidak proporsional berdampak dan membahayakan warga negara dengan keturunan Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemerintah sebelumnya mencabut kewarganegaraan korban perdagangan manusia Inggris untuk keuntungan politik, dan pemerintah saat ini justru memperluas kekuasaan ekstrem dan rahasia ini," ujar aktivis Reprieve, Maya Foa, kepada Middle East Eye.

"Sembilan juta orang yang hak-haknya dicabut oleh menteri dalam negeri berikutnya memiliki alasan kuat untuk khawatir tentang apa yang mungkin dilakukan oleh pemerintahan otoriter sepenuhnya," tambah dia.

Kedua organisasi itu memperingatkan "rezim perampasan" kini menjadi ancaman sistematis bagi komunitas Muslim.

Kekhawatiran Foa juga disuarakan oleh aktivis Runnymede Trust, Shabna Begum yang menyatakan "arus bawah yang mengerikan berupa pencabutan kewarganegaraan" atas kebijakan itu dan berdampak tidak proporsional pada komunitas Muslim di Inggris.

Hal ini menggemakan diskriminasi negara terhadap warga Inggris yang memiliki hubungan keluarga dengan Karibia dalam skandal Windrush.

"Sama seperti UU yang menyebabkan skandal Windrush, tidak ada pengawasan efektif untuk mencegah kekuasaan ini digunakan secara luas," ujar Begum kepada MEE.

Berdasarkan hukum saat ini, warga Inggris bisa kehilangan kewarganegaraan jika pemerintah menilai mereka memenuhi syarat memiliki kewarganegaraan lain, meski tidak pernah tinggal atau mengidentifikasi diri dengan negara itu.

Para aktivis mengatakan hal ini menciptakan hierarki kewarganegaraan bersifat rasial, di mana keberadaan Muslim di Inggris bersifat kondisional, berbeda dengan warga kulit putih Inggris.

"Kewarganegaraan adalah hak, bukan hak istimewa. Namun, pemerintah berturut-turut memajukan pendekatan dua tingkat terhadap kewarganegaraan, menetapkan preseden berbahaya kewarganegaraan seseorang dapat dicabut karena perilaku 'baik' atau 'buruk', tidak peduli berapa generasi keluarga Anda telah tinggal di negara ini."

Namun, Kementerian Dalam Negeri Inggris tidak memberikan komentar pada saat berita itu ditulis.

Sebelumnya, analisis Reprieve dan Runnymede menunjukkan tiga dari lima orang kulit berwarna berisiko dicabut kewarganegaraan Inggrisnya, dibanding satu dari 20 warga kulit putih.

Laporan itu menambahkan orang kulit berwarna memiliki risiko 12 kali lebih besar daripada orang kulit putih.

Sejak 2010, lebih dari 200 orang dicabut kewarganegaraannya dengan alasan "bermanfaat bagi kepentingan umum", dengan mayoritas Muslim.

Pada 2022, pemerintah mendapatkan wewenang untuk mencabut kewarganegaraan tanpa memberitahukan kepada individu itu.

Kemudian, UU pada 2025, memastikan meski pengadilan memutuskan pencabutan kewarganegaraan itu melanggar hukum, orang-orang tidak bisa dapat kewarganegaraan mereka sampai upaya banding pemerintah, yang terkadang berlangsung bertahun-tahun selesai.

(rnp/dna)

Read Entire Article
Bisnis | Football |