Indonesia Punya Modal Kuat untuk Jadi Tuan Rumah Olimpiade

Liputan6.com, Jakarta - CEO Organizing Committee Olimpiade dan Paralimpiade Paris 2024, Etienne Thobois, menilai Indonesia sebenarnya punya modal besar untuk menyelenggarakan acara olahraga terbesar di muka bumi.

Hal itu disampaikan Thobois saat hadir di sela-sela acara Momentum Riyadh 2025 pada 11 Desember kemarin.

Menurut Thobois, syarat bagi Indonesia agar bisa menjadi tuan rumah perhelatan semacam itu ialah harus mampu menerapkan prinsip keterbukaan, inklusi publik, dan inovasi.

Hal tersebut sudah dia terapkan saat memimpin penyelenggaraan Paris 2024. Thobois mengaku kesuksesan di balik ajang olahraga multievent terakabar edisi lalu lahir dari konsep Olimpiade yang dibuka selebar mungkin bagi publik.

Langkah-langkah yang dilakukan mulai dari penyediaan tiket terjangkau, kesempatan bagi relawan massal, hingga upacara pembukaan di tengah kota yang memungkinkan ratusan ribu orang hadir langsung.

“Ide dasarnya adalah siapa saja yang ingin terhubung dengan Olimpiade bisa memiliki kesempatan untuk melakukan itu,” ujar Thobois.

Opening Ceremony Olimpiade 2024 berlangsung meriah dan tidak biasa pada Jumat (26/7/2024) malam. Pembukaan berlangsung di sungai Seine yang membelah kota Paris. Para atlet yang melakukan defile harus naik kapal menyusuri sungai Seine.

Menurut Thobois, program seperti Torch Relay, Marathon For All, dan 2 juta penonton yang bisa menyaksikan langsung lomba jalan, triathlon, hingga marathon di tengah kota merpakan contoh keterlibatan publik yang bisa ditiru Indonesia.

Apalagi Nusantara dipandang punya karakter geografis dan budaya yang mendukung penyelenggaraan model Olimpiade dengan konsep dekat pada masyarakat.

“Indonesia negara yang luas dan luar biasa. Torch Relay bisa direplikasi. Kuncinya adalah menggunakan ruang kota sebagai playground,” katanya lagi.

Catatannya, upaya itu perlu didukung oleh mobilisasi relawan yang kuat. Di Paris 2024, 98 persen relawan menyatakan ingin kembali berpartisipasi karena meraskan pengalaman menyenangkan selama berpartisipasi, buntut dari sistem pengelolaan yang profesional.

Tak sampai di situ, Thobois juga mengingatkan bahwa keberhasilan sebuah acara olahraga global tidak hanya diukur dari kemeriahan perhelatan, tetapi juga warisan jangka panjang bagi masyarakat.

Hal ini, menurutnya, harus dipikirkan sejak awal. Event akbar yang baik tercipta ketika perhelatan bisa meninggalkan warisan positif bagi masyarakatnya.

Di Paris 2024 contohnya, ada lebih dari 5.000 fasilitas olahraga komunitas yang dibangun di seluruh Prancis. Selain mendorong pembangunan infrastrktur, Olimpade juga sukses dijadikan platform untuk mendekatkan anak-anak dengan kegiatan fisik sejak usia dini.

Ia menekankan bahwa pemerintah, federasi olahraga, dan mitra swasta harus berperan menjadi pemilik program agar warisan Olimpiade bertahan lebih lama

“Legacy harus dipikirkan sejak hari pertama. Bukan hanya eksposur, tetapi apa yang ingin Anda tinggalkan untuk masyarakat,” tambah dia..

Di sisi lain, Thobois turut menyoroti peran digital dalam membuka akses publik. Dengan 12 juta tiket terjual, masih banyak masyarakat yang tidak mendapat tempat, sehingga Paris 2024 memperluas kanal partisipasi.

Menurutnya, situasi seperti itu bisa dijadikan peluang oleh negara sebesar Indonesia untuk mengembangkan versi lokal Torch Relay, fanzone nasional, hingga kampanye digital demi menjangkau jutaan warga yang tidak dapat hadir langsung di lokasi.

“Fanzone adalah cara paling mudah. Kami punya lebih dari 200 fanzone di seluruh negara. Taruh saja layar besar di kota dan buat orang menonton bersama (pertandingan Olimpiade),” jelasnya.

“Dengan negara yang seluas dan seberagam Indonesia, ada banyak ide yang bisa diciptakan untuk menghubungkan sebanyak mungkin orang,” tandas Thobois